Minggu, 08 September 2013

Ibu Hamil, sebuah kisah bidan Mualaf !

Ada satu manusia yang Saya sangat salut sekaligus berterima kasih kepadanya, seorang muslimah, muallaf, namanya Bidan Asteria. Mungkin beliau adalah bidan yang banyak dicari-cari oleh para ibu hamil. Keterampilannya Excellent selaras dengan pengalamannya bekerja di beberapa Rumah Sakit Internasional, namun ia tidak mengkomersialkan ke-bidan-annya, melihat praktek dan tindakan-tindakannya, seakan ia sedang mendermakan ilmu yang ia punya.
Beberapa karakter yang saya tangkap di dalam prakteknya bidannya adalah:
  1. Uang bukanlah yang pertama, tarif prakteknya tidak mahal.
    Bahkan pada kunjungan pertama, istri saya lupa untuk membayar praktek bidan aster, sampai ia sudah hampir mau naik motor berboncengan dengan saya, namun sebelum jalan saya tanyakan “sudah bayar belum?“, dan ternyata istri saya tersebut lupa belum membayar, dan lebih hebatnya ternyata sang bidan tidak menagih uang praktek! Hingga lalu saya suruh istri untuk kembali ke dalam tanyakan berapa biayanya yang barusan, lalu diberi tahu oleh bidan, bahwa biayanya hanya sepuluh ribu rupiah (Rp 10,000).Takjub campur heran agak tidak percaya, praktek bidan mana yang mau dibayar Rp 10,000 ? Rata-rata bidan di Jakarta minimal memasang tarif dua puluh ribu. Hatta dukun bayi pun, yang ilmunya diwariskan turun temurun, minimalnya Rp 20,000.
    Pernah di kali lain, pemeriksaan rutin yaitu: (1) Periksa dalam, (2) Tes kadar Hb, (3) Pemberian obat-obatnya, biaya itu semua hanyalah Rp 38,000… Tindakannya sangatlah mengharukan.. Di lokasi yang lain mungkin untuk tiga tindakan di atas minimal kita merogoh kocek Rp 75,000!, dan bidan ini hanya memberikan harga Rp 38,000… Subhanallah, Terima kasih banyak bu Bidan…
  2. Dia selalu memberikan semangat kepada sang ibu hamil bahwa insya Allah bisa lahir secara normal, hatta kepada ibu hamil yang sudah divonis dokter dan bidan lain bahwa harus menjalani operasi sesar.
    Teringat kunjungan pertama istri saya, ketika ibu bidan itu mengatakan “insya Allah bisa (lahir) normal, tapi ada dua syarat”, istri saya pun bertanya “apa dua syarat tersebut..?” bidan itu menjawab “sabar dan istighfar“. Subhanallah syarat yang indah sekali, untuk urusan yang besar ini, sang bidan mengingatkan kepada pasien untuk sabar dan istighfar (meminta ampunan atas dosa-dosa, kepada Allah), ia mengingatkan kita untuk berserah diri hanya kepada Allah.
    Padahal bisa saja ia memberikan saran yang lain dan lebih teknis, namun ia mencukupkan dengan dua saran yang sangat indah tersebut.
  3. Ia terbuka untuk mendengarkan masukan dari pasiennya.
    Satu contoh dari pendengarannya kepada masukan pasien adalah sebagaimana yang ia lakukan kepada istri saya. Yaitu ketika istri saya menyampaikan bahwa ada temannya yang berhasil dengan izin Allah melahirkan anak kedua secara normal dengan berat 3,3 kg walaupun dengan kehamilan pertama secara sesar hanya berselisih 6 bulan yang berat badannya 2,2 Kg.Bidan Aster sangat membantu ibu hamil untuk lahir normal, walaupun proses persalinan sang ibu sebelumnya adalah operasi sesar. Namun dengan syarat anak kedua ini tidak lebih besar dari anak pertama.Namun subhanallah, semoga Allah memberikan kebaikan kepadanya, setelah istri saya menceritakan ihwal kawannya yang melahirkan secara normal dengan berat badan bayi yang jauh lebih besar dari kelahiran anak pertamanya yang secara bedah sesar, bidan aster tidak serta merta mengingkari cerita istri saya tersebut, ia menerima cerita tersebut dan menyatakan: “kalau orang lain bisa, kenapa tidak kita coba?!!” (walaupun anak kedua secara persalinan normal berat badannya lebih besar dari berat badan anak pertama yang secara sesar)
  4. Kapanpun kita membutuhkan bantuannya, maka ia akan membantu meskipun di tengah malam. Hal ini bisa dilakukan adalah karena tempat prakteknya dan rumahnya (rumah kontrakan kecil) adalah saling bersebelahan. Bahkan mungkin tidak perlu kita sampai ke tempat prakteknya, hatta kita mengirim SMS di tengah malam pun, balasan darinya sangat cepat.
  5. Poin kelima, dan inilah yang paling mendorong saya untuk menulis  ini.
    “Dengan izin Allah melalui bidan Asteria akhirnya istri saya bisa lahir normal”.
    Adalah istri saya pada kelahiran anak pertama dengan bedah sesar al yahudi. Dan pada sekitar bulan ke-7 ia dengan izin Allah hamil lagi. Kehamilan setelah bedah sesar dengan rentang waktu di bawah satu tahun. Entah bagaimana berkunjung ke tiga bidan yang berbeda semuanya satu suara bahwa kemungkinan besar akan lahir melalui operasi sesar (lagi). Padahal tujuan kita mengunjungi beberapa bidan yang berbeda adalah agar mendapatkan ‘opini’ yang berbeda dan sesuatu yang  ‘melegakan’, namun ternyata belum mendapatkannya. Hingga kemudian Allah mentakdirkan di waktu kehamilan memasukin bulan ke-delapan ada kawan istri yang bercerita tentang bidan asteria. Kitapun ke sana, dan pengalaman pertama sangat membahagiakan, paling tidak kita mendapat ‘opini’ yang berbeda dan sesuatu yang ‘melegakan’, sesuatu yang tidak kita dapatkan di bidan-bidan sebelumnya..
    Pertemuan pertama, ia memberikan kabar insya Allah bisa lahir normal, apalagi berat bayinya tidak besar… (waktu itu diperkirakan 2,2 kg)
    Pertemuan kedua, dua minggu berselang dari pertemuan pertama ternyata perkiraan berat badan bayi melonjak drastis menjadi 3,4 kg. Ibu Bidan berkata.. “Maaf ya, tapi ini harus saya sampaikan.. karena bapak (dan ibu) yang menjalaninya. Tadi ditimbang besar bayinya 3,4 kg.. yang mana artinya ia lebih besar dari berat lahir anak pertama (3,15kg).. Sedangkan kelahiran anak pasca sesar paling tidak ia lebih kecil atau sama dengan berat anak yang pertama… Perkiraan saya 65% lahir sesar… maaf.. sekali lagi maaf.. Kalau lahir sesar insya Allah saya akan bantu juga, dan nanti kalau di Rs setiap tindakan yang akan dokter lakukan tolong tanya ke saya dulu, karena kadang ada tindakan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan namun mereka lakukan.. Tapi mudah-mudahan perkiraan berat saya tadi salah, biasanya bisa plus minus 2-3 ons..”
    Pertemuan ketiga, seminggu berselang kita berkunjung lagi ke bidan tersebut. Dan setelah dilakukan pemeriksaan ternyata diperkirakan berat badan bayinya adalah 3,15 kg. Wah subhanallah ternyata malah lebih kecil dari minggu lalu. Ibu bidan waktu itu agak bingung, karena berat badan bayi tidak pernah turun. Kalaupun turun berarti ada suatu ‘problem’. Namun melihat ibunya bayi sehat-sehat saja, ibu bidan tidak menjadi khawatir. Lalu meneruskan ucapan minggu lalu, “insya Allah nih bu… Kayaknya bisa lahir normal…”
    Pertemuan keempat, seminggu berselang. Ternyata berat badan sang bayi di perut bertahan di angka 3,15 kg. Subhanallah. Sesuatu yang sangat menggembirakan. Bu bidan itu berkomentar… “Mudah2an lahir normal… Semoga Allah memberikan mukjizat kepada mbak sehingga bisa lahir normal..”
    Dan pertemuan selanjutnya ketika sudah mulai tanda-tanda akan melahirkan, kira-kira 3-4 kali termasuk sesi melahirkannya, dengan izin Allah kehamilan ini berakhir dengan proses normal, anak kedua pun lahir, waktunya di saat sholat shubuh sekitar jam 04.45 WIB, yang kemudian diberi nama “Muhammad”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar