Namanya Imam Abdul Karim. Ia memiliki dua adik: Fathin dan Balqis.
Namun, dibandingkan dengan kedua adiknya, Iman tipikal anak yang pendiam
dan sulit berinteraksi dengan teman-temannya. Bahkan, ia acap kali
menangis. “Anak saya yang pertama tidak berani tampil. Cengeng kalau
bertemu dengan orang yang baru ia kenal,” ujar Ambar Hariani, 36 tahun,
sang ibu.
Perbedaan karakter kedua anaknya itu sempat membuat
Ambar berpikir akan masa-masa kehamilannya dulu. Ketika hamil muda, dia
pindah ke Jerman, mengikuti suami yang bertugas di sana. Dokter gigi itu
tinggal di sebuah apartemen di kota sebelah barat daya Jerman,
Karlsruhe. Minimnya penguasaan bahasa Jerman membuat dia cenderung
menutup diri ketika berinteraksi dengan orang-orang sekitar.
Muncul
pertanyaan di benaknya: “Apakah proses kehamilan mempengaruhi
pembentukan karakter anak?” Sejumlah penelitian menyimpulkan bahwa
proses yang dialami seorang ibu saat hamil ternyata berpengaruh besar
dalam pembentukan karakter anak.
Kepala Subbidang Kesehatan
Inteligensia Anak Pusat Inteligensia Kesehatan Kementerian Kesehatan,
Gunawan Bambang Dwiyanto, menjelaskan, perilaku ibu hamil merupakan
salah satu faktor yang merangsang pertumbuhan otak janin. Karenanya,
rasa sedih, stres, riang, maupun kondisi kejiwaan yang lain pada ibu
akhirnya akan dirasakan juga oleh janin yang ia kandung.
“Kecerdasan
seorang anak diturunkan oleh ibu, bukan bapak,” ujar dokter spesialis
saraf ini dalam seminar bertema “Akustik Bukan Musik: Pengaruh Suara
bagi Kreativitas, Kecerdasan, dan Karakter Manusia” di Bentara Budaya
Jakarta, Selasa, 29 Mei 2012 lalu.
Menurut Gunawan, peran ibu
menjadi sangat sentral lantaran proses pertumbuhan janin tidak pernah
lepas dari kondisi tubuh ibu. Berdasarkan fase pertumbuhannya, kata
Gunawan, janin mulai bisa merasakan rangsangan di usia 20 bulan ke atas.
Di usia kehamilan 39 bulan, kondisi otak janin mengalami fase kritis
karena cenderung mengalami penurunan. “Jadi harus dirangsang supaya
cerdas lagi,” ujarnya.
Rangsangan perkembangan otak janin bisa
dilakukan ibu atau ayah dengan mengelus perut ibu. Sentuhan tersebut
merupakan ungkapan kasih sayang yang bisa meningkatkan pembentukan
hormon cinta atau yang disebut oxytocin.
Tidak hanya
itu. Ibu juga bisa melatih kemampuan verbal sang janin dengan
mengajaknya berbicara di segala aktivitas, baik saat mandi, makan,
maupun menjelang tidur. “Ibu hamil harus cerewet,” ujarnya.
Rangsangan
terhadap otak sang janin juga bisa dilakukan dengan mengenalkan bahasa
Tuhan yang terkandung dalam kitab suci. Dalam Islam, kata Gunawan,
setidaknya terdapat lima surat yang dinilai mampu merangsang otak anak
dengan baik. Kelimanya adalah surat Ar Rahman, Yusuf, Maryam, Al-Ikhlas, dan Al-Fatihah.
Jadi,
bukan hanya musik klasik karya Wolfgang Amadeus Mozart yang perlu
didengarkan janin seperti yang diyakini oleh ilmuwan Barat. “Prinsipnya,
janin menyenangi gelombang akustik yang berada di kisaran 5.000-8.000
hertz,” kata Gunawan.
Penelitian yang dilakukan Bilawa Ade
Respati, mahasiswa Teknik Fisika Fakultas Teknik Industri Institut
Teknologi Bandung, menunjukkan bahwa rangsangan akustik pada otak janin
juga bisa dilakukan dengan memperdengarkan musik-musik tradisional lain,
seperti gamelan atau karawitan, dengan level suara yang tepat.“Kalau
musik Mozart diperdengarkan keras-keras, efeknya juga tidak bagus,” kata
guru musik yang memegang sertifikasi Yamaha Guitar ini.
Training Unggulan Metode Visual Repetition Self Hipnotis (VRESH) program pelatihan bayi cerdas dalam kandungan dan Bimbingan Syariah Ibu Hamil, Hubungi Hasnan Habib,Penulis buku " Mencetak Anak Berkarakter Pemimpin Muslim", Wisma DFQ Masjid Nurul Iman Jln Pertengahan No 29 Cijantung Pasar Rebo Jakarta Timur HP : 0812-9424-2552 atau Bidan Zunaidah Kp Banjaran Pucung, Cilangkap RT 05/07 Tapos Depok HP 021-98053416,atau Rausyan Fikri, kampus Psikologi Gunadarma TB Simatupang Jakarta Selatan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar